Tampilkan postingan dengan label e-pengadaan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label e-pengadaan. Tampilkan semua postingan

Selasa, 18 Desember 2018

Penggunaan Nomor Induk Berusaha (NIB) dalam pemenuhan Persyaratan kualifikasi penyedia barang/jasa Pemerintah Perpres 16/2018


Sumber : Materi Presentasi tentang Online Single Submission (OSS) Menko Perekonomian

Terbitnya Peraturan Presiden No. 91 tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha, yang mengamanatkan bahwa dalam mempercepat dan mempermudah pelayanan  pelayanan untuk berusaha perlu menerapkan penggunaan teknologi informasi melalui Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (Online Single Submission atau disingkat OSS). Dalam pelaksanaan OSS tersebut diterbitkan pula Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik yang merupakan pedoman pelaksanaan penerbitan izin dalam berusaha. 

Pada Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 2018 tersebut diperkenalkan pelaksanaan proses penerbitan izin melalui sistem yang terintegrasi sebagaimana disebutkan di atas yaitu melalui OSS. Sistem OSS merupakan sistem yang terintegrasi dengan sistem lain dan merupakan gerbang (gateway) layanan perizinan baik di kementerian/lembaga dan pemerintah daerah (PP 24/2018, Pasal 90), untuk melakukan proses pendaftaran yang akan menerbitkan Nomor Induk Berusaha (NIB), checklist compliance/komitmen atas izin usaha dan izin komersial, penerbitan izin usaha/izin komersial setelah terpenuhi persyaratan komitmen, dan notifikasi atas semua izin.  Setidaknya ada lima (5) sistem yang terintegrasi dalam mendukung bisnis proses sistem OSS, yaitu antara lain :
a   .       Sistem Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) – Ditjen Pajak, sebagai sarana Referensi Master sebelum investor dapat menggunakan sistem OSS. Apabila pelaku usaha belum memilik NPWP, OSS akan memproses pemberian NPWP.
b    .      Sistem Administrasi Kependudukan (Adminduk) – Ditjen Adminduk Kemendagri, Proses validasi atas investor perorangan berdasar data NIK KTP-el dan KK sebelum investor perorangan dapat menggunakan sistem OSS.
c   .    Sistem Administrasi Hukum Umum (AHU) - Ditjen AHU Kemenkumham, akan melakukan validasi terhadap data pengesahan badan hukum di Kemenkum HAM
d.      Sistem Indonesia Nasional Single Window (INSW), Proses perizinan komersial terkait impor/ekspor, logistik dan Cross Border Trade Facilitation

e.      Aplikasi SiCantik - Ditjen Aptika Kemkominfo, Pemrosesan Izin usaha/Komersial di PTSP Daerah/KL yang belum memiliki sistem informasi, dengan data yang diterima dari sistem OSS. (merupakan sistem perizinan elektronik sebagaimana ditentukan pada pada Pasal 90 PP 24/2018 dan Surat Mendagri No. 503/4032/SJ dan 503/4033/SJ tanggal 28 Juni  2018 tentang Kesiapan PTSP daerah dalam menghadapi implementasi Online Single Submission (OSS))
Dalam Peraturan Presiden No. 24/2018, pemohon perizinan berusaha terdiri atas :
a.       Pelaku usaha perseorangan, dan
b.      Pelaku usaha non perseorangan, terdiri dari :
-          Perseroan terbatas;
-          Perusahaan umum;
-          Perusahaan umum daerah;
-          Badan hukum lainnya dan dimiliki oleh negara;
-          Badan Layanan Umum;
-          Lembaga Penyiaran;
-          Badan usaha yang didirikan oleh yayasan;
-          Koperasi;
-          Persekutuan komanditer (commanditaire vennootschap)
-          persekutuan firma (venootschap onder firma); dan
-          persekutuan perdata. (PP 24/2018, Pasal 6)
Proses penerbitan ijin melalui OSS diawali dengan penerbitan Nomor Induk Berusaha (NIB) setelah Pelaku Usaha melakukan pendaftaran di OSS. Nomor Induk Berusaha (NIB) merupakan identitas berusaha berusaha dan digunakan oleh Pelaku Usaha untuk mendapatkan Izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional termasuk untuk pemenuhan persyaratan Izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional (PP 24/2018, Pasal 25). Adapun tahapan pelaksanaan perizinan berusaha adalah
a.       Pendaftaran
b.      penerbitan Izin Usaha dan penerbitan Izin Komersial atau Operasional berdasarkan Komitmen;
c.       pemenuhan Komitmen Izin Usaha dan pemenuhan Komitmen Izin Komersial atau Operasional;
d.      pembayaran biaya;
e.      fasilitasi;
f.        masa berlaku; dan
g.       pengawasan (PP 24/2018, Pasal 25)
Proses pendaftaran sebagaimana disebutkan pada Pasal 21 Perpres 24 tahun 2018 yaitu melakukan akses ke OSS dengan cara memasukkan data antara laim :
a.   NIK dalam hal Pelaku Usaha merupakan perseorangan ;
b. nomor pengesahan akta pendirian atau nomor pendaftaran perseroan terbatas, yayasan/badan usaha yang didirikan oleh yayasan, koperasi, persekutuan komanditer (commanditaire vennootschap), persekutuan firma (venootschap onder firma), atau persekutuan perdata;
c.   dasar hukum pembentukan perusahaan umum, perusahaan umum daerah, badan hukum lainnya yang dimiliki oleh negara, lembaga penyiaran publik, atau badan layanan umum.

Dalam kaitannya dengan pelaksanaan kualifikasi pengadaan barang/jasa pemerintah sebagaimana diatur dalam Peraturan LKPP No. 9 tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia yang merupakan turunan dari Peraturan Presiden No. 16 tahun 2018, bahwa persyaratan kualifikasi administrasi/legalitas penyedia barang/jasa, diantaranya :
a.   Memiliki izin usaha sesuai dengan peraturan perundangundangan, antara lain di bidang pekerjaan konstruksi, perdagangan, jasa lainnya, atau jasa konsultansi sesuai dengan skala usaha (segmentasi/klasifikasi),kategori/golongan/sub golongan/kelompok atau kualifikasi lapangan usaha.
b. Untuk usaha perorangan tidak diperlukan izin usaha.
c.   Memiliki Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
d. Memiliki NPWP dan telah memenuhi kewajiban perpajakan tahun pajak terakhir (SPT tahunan).
e. Mempunyai atau menguasai tempat usaha/kantor dengan alamat yang benar, tetap dan jelas berupa milik sendiri atau sewa.
f.   Secara hukum mempunyai kapasitas untuk mengikatkan diri pada Kontrak yang dibuktikan dengan:
1) Akta Pendirian Perusahaan dan/atau perubahannya;
2) Surat Kuasa (apabila dikuasakan); dan
3) Kartu Tanda Penduduk

Dengan pemberlakukan Online Single Submision (OSS), dapat membantu dalam pelaksanaan kualifikasi minimal untuk mastikan kesesuaian data administrasi/legalitas perusahaan. Perusahaan yang telah melakukan pendaftaran pada OSS akan memperoleh Nomor Induk Berusaha (NIB), dimana NIB tersebut merupakan hasil validasi dan verifikasi data perusahaan dengan sistem lain yang telah terhubung dengan OSS sebagai mana disebutkan di atas.
Pada pelaksanaan kualifikasi penyedia barang/jasa, NIB dapat merupakan salah satu pemenuhan terhadap persyaratan kualifikasi administasi penyedia barang/jasa  yaitu TDP (Tanda Daftar Perusahaan), hal ini sebagaimana disebutkan pada Pasal 24, PP 24/2018 bahwa NIB juga berlaku sebagai TDP, Angka Pengenal Importir (API) dan hak akses kepabeanan. Selanjutnya pada Pasal 27 disebutkan bahwa NIB merupakan pengesahanan TDP.

Sedangkan untuk pemenuhan persyaratan izin usaha , penyedia barang/jasa wajib untuk menyampaikan izin usaha sesuai dengan bidangnya. Adapun bagi penyedia barang/jasa (pelaku usaha), hal ini sebagaiman disebutkan pada Pasal 24 PP 24/2018 bahwa pelaku usaha yang telah memperoleh NIB wajib untuk memiliki izin usaha (PP 24/2018, Pasal 31) dan izin komersial atau operasional untuk memenuhi a. standar, sertifikat, dan/atau lisensi; dan/atau b. pendaftaran barang/jasa (PP 24/22018, Pasal 39). Proses Penerbitan izin sebagaimana dimaksud berdasarkan pada pemenuhan terhadap komitmen/persyaratan pada 20 sektor usaha yang diatur pelaksanaannya lebih lanjut oleh Menteri dan pimpinan lembaga sektor berupa norma, standar, prosedur dan kriteria perizinan berusaha (PP 24/2018, pasal 88).

Dengan demikian penyedia barang/jasa yang akan mengikuti proses pengadaan barang/jasa untuk memenuhi persyaratan kualifikasi selain menggunakan NIB sebagai Tanda Daftar Perusahaan juga wajib menyampaikan izin usaha dan izin komersial atau operasional sesuai dengan bidang usahanya.
Dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa secara elektronik melalui Sistem Pengadaan Barang/jasa Secara Elektronik (SPSE) yang didukung oleh Sistem Kinerja Penyedia Barang/jasa Pemerintah (SIKAP) dapat berintegrasi dengan OSS dalam hal mendapatkan data penyedia barang/jasa yang valid. Valid sebagaimana dimaksud adalah kesesuaian data administratif penyedia barang/jasa seperti nama perusahaan, alamat, npwp dan pemilik perusahaan.

Begitu juga dalam sisi pengawasan melalui sistem OSS dapat menyampaikan informasi berupa penghentian sementara atau pencabutan perizinan berusaha, dengan demikian pelaksana pengadaan barang/jasa dapat mengantisipasi penyedia barang/jasa yang tidak dapat memenuhi persyaratan kualifikasi yang diakibatkan karena tindakan terhadap ketidaksesuaian atau penyimpangan. 

Referensi :
-     Peraturan Presiden No. 91 Tahun 2017 Tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha
-     Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2018 Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik
-     Materi Presentasi tentang Pelaksanaan Online Single Submission, Menko Perekonomian
-          Materi Presentasi Tentang Implementasi Sicantik Dalam Mendukung Penerapan Online Single Submission



*) Tulisan telah dipublikasikan di Majalah IAPI edisi 17/2018

Sabtu, 29 Desember 2012

Perka LKPP tentang e-Tendering dan e-Purchasing

Telah terbit
1. Peraturan Kepala LKPP No. 17 tahun 2012 tentang e-Purchasing
2. Peraturan Kepala LKPP No. 18 tahun 2012 tentang e-Tendering

dapat didownload di : http://www.lkpp.go.id/v2/content.php?mid=0029564157

Selasa, 04 Desember 2012

Penerapan Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik pada Layanan Pengadaan secara Elektronik (LPSE)

Pada tulisan sebelumnya yang berjudul Pengelolaan Sistem e-ProcurementApakah etika pengadaan juga berlaku pada petugas helpdesk, verifikator dan administrator sistem e-Procurement ? dan Service Level dalam Pelayanan aplikasi e-Procurement, telah diulas kewajiban LPSE selaku pengelola dan penyelenggara sistem elektronik yaitu Sistem Pengadaan secara Elektronik (SPSE) sesuai dengan UU No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dengan terbitnya Peraturan Presiden No. 82 tahun 2012 LPSE selaku pengelola dan penyelenggara sistem elektronik dituntut memberikan layanan sesuai yang di atur dalam PP No. 82 tersebut, yang secara sederhana telah di ceritakan dalam 3 tulisan saya sebelumnya.

PP No. 82 tahun 2012 merupakan turunan dari UU No. 11/2008 yang mengatur tentang rangkaian penyelenggaraan sistem dan transaksi elektronik untuk menjamin Sistem Elektronik beroperasi sebagaimana mestinya. Peraturan Pemerintah ini mengatur kewajiban Penyelenggara Sistem Elektronik pada umumnya dan Penyelenggara Sistem Elektronik untuk pelayanan publik. Penyelenggara Sistem Elektronik untuk pelayanan publik, antara lain diwajibkan untuk menempatkan pusat data dan pusat pemulihan bencana di wilayah Indonesia, wajib memperoleh Sertifikasi Kelaikan Sistem Elektronik dari Menteri, dan wajib terdaftar pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika.

Pada pasal 87 disebutkan "Pada saat peraturan pemerintah ini mulai berlaku, Penyelenggara Sistem Elektronik yang telah beroperasi sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, wajib menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini".

Beberapa pasal dalam PP No. 82 yang terkait dengan operasional LPSE selaku pengelola dan penyelenggaran sistem pengadaan secara elektronik, antara lain :

Pasal 1
1. Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.

2. Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.

4. Penyelenggara Sistem Elektronik adalah setiap Orang, penyelenggara negara, Badan Usaha, dan masyarakat yang menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan Sistem Elektronik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama kepada Pengguna Sistem Elektronik untuk keperluan dirinya dan/atau keperluan pihak lain.

9. Pengguna Sistem Elektronik adalah setiap Orang, penyelenggara negara, Badan Usaha, dan masyarakat yang memanfaatkan barang, jasa, fasilitas, atau informasi yang disediakan oleh Penyelenggara Sistem Elektronik.

14. Penyelenggaraan Transaksi Elektronik adalah rangkaian kegiatan Transaksi Elektronik yang dilakukan oleh Pengirim dan Penerima dengan menggunakan Sistem Elektronik.

Pasal 3
(2) Penyelenggaraan Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan untuk:
a. pelayanan publik; dan
b. nonpelayanan publik.

Pasal 5
(1) Penyelenggara Sistem Elektronik untuk pelayanan publik wajib melakukan pendaftaran.
(3) Kewajiban pendaftaran bagi Penyelenggara Sistem Elektronik untuk pelayanan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebelum Sistem Elektronik mulai digunakan publik.

Pasal 6
(2) Penyelenggara Sistem Elektronik wajib memastikan netralitas teknologi dan kebebasan memilih dalam penggunaan Perangkat Keras.

Pasal 9 
(1) Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menjamin kerahasiaan kode sumber Perangkat Lunak yang digunakan.
(2) Terhadap kode sumber sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan pemeriksaan apabila diperlukan untuk kepentingan penyidikan.

Pasal 10
(1) Tenaga ahli yang digunakan oleh Penyelenggara Sistem Elektronik harus memiliki kompetensi di bidang Sistem Elektronik atau Teknologi Informasi.
Yang dimaksud dengan “tenaga ahli” adalah tenaga yang memiliki pengetahuan dan keterampilan khusus dalam bidang Sistem Elektronik yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis maupun praktis.

(2) Tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki sertifikat keahlian.

Pasal 12 
(1) Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menjamin:
     a. tersedianya perjanjian tingkat layanan;
Yang dimaksud dengan “perjanjian tingkat layanan (service level agreement)” adalah pernyataan mengenai tingkatan mutu layanan suatu Sistem Elektronik.
     b. tersedianya perjanjian keamanan informasi terhadap jasa layanan Teknologi Informasi yang digunakan; dan
     c. keamanan informasi dan sarana komunikasi internal yang diselenggarakan.
(2) Penyelenggara Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menjamin setiap komponen dan keterpaduan seluruh Sistem Elektronik beroperasi sebagaimana mestinya.

Pasal 13 
Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menerapkan manajemen risiko terhadap kerusakan atau kerugian yang ditimbulkan.
Yang dimaksud dengan “menerapkan manajemen risiko” adalah melakukan analisis risiko dan merumuskan langkah mitigasi dan penanggulangan untuk mengatasi ancaman, gangguan, dan hambatan terhadap Sistem Elektronik yang dikelolanya.

Pasal 14
(1) Penyelenggara Sistem Elektronik wajib memiliki kebijakan tata kelola, prosedur kerja pengoperasian, dan mekanisme audit yang dilakukan berkala terhadap Sistem Elektronik.
Yang dimaksud dengan ’’kebijakan tata kelola” antara lain, termasuk kebijakan mengenai kegiatan membangun struktur organisasi, proses bisnis (business process), manajemen kinerja, dan menyediakan personel pendukung pengoperasian Sistem Elektronik untuk memastikan Sistem Elektronik dapat beroperasi sebagaimana mestinya.

Pasal 15
(1) Penyelenggara Sistem Elektronik wajib:
     a. menjaga rahasia, keutuhan, dan ketersediaan Data Pribadi yang dikelolanya;
     b. menjamin bahwa perolehan, penggunaan, dan pemanfaatan Data Pribadi berdasarkan persetujuan pemilik Data Pribadi, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan; dan
     c. menjamin penggunaan atau pengungkapan data dilakukan berdasarkan persetujuan dari pemilik Data Pribadi tersebut dan sesuai dengan tujuan yang disampaikan kepada pemilik Data Pribadi pada saat perolehan data.

(2) Jika terjadi kegagalan dalam perlindungan rahasia Data Pribadi yang dikelolanya, Penyelenggara Sistem Elektronik wajib memberitahukan secara tertulis kepada pemilik Data Pribadi tersebut.

Pasal 16
(1) Penyelenggara Sistem Elektronik untuk pelayanan publik wajib menerapkan tata kelola yang baik dan akuntabel.
Tata kelola Sistem Elektronik yang baik (IT Governance) mencakup proses perencanaan, pengimplementasian, pengoperasian, pemeliharaan, dan pendokumentasian.

(2) Tata kelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memenuhi persyaratan:
      a. tersedianya prosedur atau petunjuk dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik yang didokumentasikan dan/atau diumumkan dengan bahasa, informasi, atau simbol yang dimengerti oleh pihak yang terkait dengan Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;
     b. adanya mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan dan kejelasan prosedur pedoman pelaksanaan;
    c. adanya kelembagaan dan kelengkapan personel pendukung bagi pengoperasian Sistem Elektronik sebagaimana mestinya;
   d. adanya penerapan manajemen kinerja pada Sistem Elektronik yang diselenggarakannya untuk memastikan Sistem Elektronik beroperasi sebagaimana mestinya; dan
   e. adanya rencana menjaga keberlangsungan Penyelenggaraan Sistem Elektronik yang dikelolanya.

Pasal 17
(1) Penyelenggara Sistem Elektronik untuk pelayanan publik wajib memiliki rencana keberlangsungan kegiatan untuk menanggulangi gangguan atau bencana sesuai dengan risiko dari dampak yang ditimbulkannya.
Yang dimaksud dengan “rencana keberlangsungan kegiatan (business continuity plan)” adalah suatu rangkaian proses yang dilakukan untuk memastikan terus berlangsungnya kegiatan dalam kondisi mendapatkan gangguan atau bencana.

(2) Penyelenggara Sistem Elektronik untuk pelayanan publik wajib menempatkan pusat data dan pusat pemulihan bencana di wilayah Indonesia untuk kepentingan penegakan hukum, perlindungan, dan penegakan kedaulatan negara terhadap data warga negaranya.
Yang dimaksud dengan “pusat data (data center)” adalah suatu fasilitas yang digunakan untuk menempatkan Sistem Elektronik dan komponen terkaitnya untuk keperluan penempatan, penyimpanan, dan pengolahan data. 
Yang dimaksud dengan “pusat pemulihan bencana (disaster recovery center)” adalah suatu fasilitas yang digunakan untuk memulihkan kembali data atau informasi serta fungsi-fungsi penting Sistem Elektronik yang terganggu atau rusak akibat terjadinya bencana yang disebabkan oleh alam atau manusia.

Pasal 18
(1) Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menyediakan rekam jejak audit terhadap seluruh kegiatan Penyelenggaraan Sistem Elektronik.
Mekanisme rekam jejak audit (audit trail) meliputi antara lain:
a. memelihara log transaksi sesuai kebijakan retensi data penyelenggara, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. memberikan notifikasi kepada konsumen apabila suatu transaksi telah berhasil dilakukan;
c. memastikan tersedianya fungsi jejak audit untuk dapat mendeteksi usaha dan/atau terjadinya penyusupan yang harus di-review atau dievaluasi secara berkala; dan
d. dalam hal sistem pemrosesan dan jejak audit merupakan tanggung jawab pihak ketiga, maka proses jejak audit tersebut harus sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Penyelenggara Sistem Elektronik.


(2) Rekam jejak audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk keperluan pengawasan, penegakan hukum, penyelesaian sengketa, verifikasi, pengujian, dan pemeriksaan lainnya.
Yang dimaksud dengan “pemeriksaan lainnya” antara lain pemeriksaan untuk keperluan mitigasi atau penanganan tanggap darurat (incident response).

Pasal 19 
Penyelenggara Sistem Elektronik wajib melakukan pengamanan terhadap komponen Sistem Elektronik.

Pasal 20
(1) Penyelenggara Sistem Elektronik wajib memiliki dan menjalankan prosedur dan sarana untuk pengamanan Sistem Elektronik dalam menghindari gangguan, kegagalan, dan kerugian.
Yang dimaksud dengan ”gangguan” adalah setiap tindakan yang bersifat destruktif atau berdampak serius terhadap Sistem Elektronik sehingga Sistem Elektronik tersebut tidak bekerja sebagaimana mestinya. 
Yang dimaksud dengan ”kegagalan” adalah terhentinya sebagian atau seluruh fungsi Sistem Elektronik yang bersifat esensial sehingga Sistem Elektronik tidak berfungsi sebagaimana mestinya. 
Yang dimaksud dengan ”kerugian” adalah dampak atas kerusakan Sistem Elektronik yang mempunyai akibat hukum bagi pengguna, penyelenggara, dan pihak ketiga lainnya baik materil maupun immateril.

(2) Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menyediakan sistem pengamanan yang mencakup prosedur dan sistem pencegahan dan penanggulangan terhadap ancaman dan serangan yang menimbulkan gangguan, kegagalan, dan kerugian.
Yang dimaksud dengan ”sistem pencegahan dan penanggulangan” antara lain antivirus, anti spamming, firewall, intrusion detection, prevention system, dan/atau pengelolaan sistem manajemen keamanan informasi.

(3) Dalam hal terjadi kegagalan atau gangguan sistem yang berdampak serius sebagai akibat perbuatan dari pihak lain terhadap Sistem Elektronik, Penyelenggara Sistem Elektronik wajib mengamankan data dan segera melaporkan dalam kesempatan pertama kepada aparat penegak hukum atau Instansi Pengawas dan Pengatur Sektor terkait.

Pasal 21 
Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menampilkan kembali Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik secara utuh sesuai dengan format dan masa retensi yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 22
(1) Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menjaga kerahasiaan, keutuhan, keautentikan, keteraksesan, ketersediaan, dan dapat ditelusurinya suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam penyelenggaraan Sistem Elektronik yang ditujukan untuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dapat dipindahtangankan, Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik harus unik serta menjelaskan penguasaan dan kepemilikannya.

Yang dimaksud dengan “Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dapat dipindahtangankan” adalah surat berharga atau surat yang berharga dalam bentuk elektronik. 

Yang dimaksud dengan “Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik harus unik” adalah Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau pencatatan Informasi dan/atau Dokumen Elektronik tersebut merupakan satu-satunya yang merepresentasikan satu nilai tertentu. 

Yang dimaksud dengan “Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik harus menjelaskan penguasaan” adalah Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut harus menjelaskan sifat penguasaan yang direpresentasikan dengan sistem kontrol atau sistem pencatatan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang bersangkutan.

Yang dimaksud dengan “Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik harus menjelaskan kepemilikan” adalah Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut harus menjelaskan sifat kepemilikan yang direpresentasikan oleh adanya sarana kontrol teknologi yang menjamin hanya ada satu salinan yang sah (single authoritative copy) dan tidak berubah.

Pasal 23 
Penyelenggara Sistem Elektronik harus menjamin berfungsinya Sistem Elektronik sesuai dengan peruntukannya, dengan tetap memperhatikan interoperabilitas dan kompatibilitas dengan Sistem Elektronik sebelumnya dan/atau Sistem Elektronik yang terkait.

Yang dimaksud dengan “interoperabilitas” adalah kemampuan Sistem Elektronik yang berbeda untuk dapat bekerja secara terpadu. 
Yang dimaksud dengan ”kompatibilitas” adalah kesesuaian Sistem Elektronik yang satu dengan Sistem Elektronik yang lainnya.

Pasal 24
(1) Penyelenggara Sistem Elektronik wajib melakukan edukasi kepada Pengguna Sistem Elektronik.
(2) Edukasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mengenai hak, kewajiban dan tanggung jawab seluruh pihak terkait, serta prosedur pengajuan komplain.

Contoh edukasi yang dapat disampaikan kepada Pengguna Sistem Elektronik adalah:
a. menyampaikan kepada Pengguna Sistem Elektronik akan pentingnya menjaga keamanan Personal Identification Number (PIN)/password misalnya:
1. merahasiakan dan tidak memberitahukan PIN/password kepada siapapun termasuk kepada petugas penyelenggara;
2. melakukan perubahan PIN/password secara berkala;
3. menggunakan PIN/password yang tidak mudah ditebak (penggunaan identitas pribadi seperti tanggal lahir);
4. tidak mencatat PIN/password; dan
5. PIN untuk satu produk hendaknya berbeda dari PIN produk lainnya.
b. menyampaikan kepada Pengguna Sistem Elektronik mengenai berbagai modus kejahatan Transaksi Elektronik; dan
c. menyampaikan kepada Pengguna Sistem Elektronik mengenai prosedur dan tata cara pengajuan klaim.

Pasal 25 
Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menyampaikan informasi kepada Pengguna Sistem Elektronik paling sedikit mengenai:
a. identitas Penyelenggara Sistem Elektronik;
b. objek yang ditransaksikan;
c. kelaikan atau keamanan Sistem Elektronik;
d. tata cara penggunaan perangkat;
e. syarat kontrak;
f. prosedur mencapai kesepakatan; dan
g. jaminan privasi dan/atau perlindungan Data Pribadi.
Kewajiban menyampaikan informasi kepada Pengguna Sistem Elektronik dimaksudkan untuk melindungi kepentingan Pengguna Sistem Elektronik.

Pasal 26
(1) Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menyediakan fitur sesuai dengan karakteristik Sistem Elektronik yang digunakannya.
Penyediaan fitur dimaksudkan untuk melindungi hak atau kepentingan Pengguna Sistem Elektronik.

(2) Fitur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit berupa fasilitas untuk:
a. melakukan koreksi;
b. membatalkan perintah;
c. memberikan konfirmasi atau rekonfirmasi;
d. memilih meneruskan atau berhenti melaksanakan aktivitas berikutnya;
e. melihat informasi yang disampaikan berupa tawaran kontrak atau iklan;
f. mengecek status berhasil atau gagalnya transaksi; dan
g. membaca perjanjian sebelum melakukan transaksi.

Pasal 27
Penyelenggara Sistem Elektronik wajib melindungi penggunanya dan masyarakat luas dari kerugian yang ditimbulkan oleh Sistem Elektronik yang diselenggarakannya.

Pasal 28 
(1) Setiap orang yang bekerja di lingkungan penyelenggaraan Sistem Elektronik wajib mengamankan dan melindungi sarana dan prasarana Sistem Elektronik atau informasi yang disalurkan melalui Sistem Elektronik. 
(2) Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menyediakan, mendidik, dan melatih personel yang bertugas dan bertanggung jawab terhadap pengamanan dan perlindungan sarana dan prasarana Sistem Elektronik.

Pasal 29 
Untuk keperluan proses peradilan pidana, Penyelenggara Sistem Elektronik wajib memberikan informasi yang terdapat di dalam Sistem Elektronik atau informasi yang dihasilkan oleh Sistem Elektronik atas permintaan yang sah dari penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan kewenangan yang diatur dalam undang-undang.

Sesuai dengan pengetahuan yang saya miliki, Insya Allah akan saya ulas contoh-contoh praktis penerapannya.

Download PP No.82/2012

Senin, 03 Desember 2012

2013, Jasa Internet bisa beli langsung

Jakarta - Pemerintah bisa membeli jasa layanan internet/ Internet Service Provider dengan metode pembelian langsung. Mekanisme tanpa tender ini rencananya berlaku mulai Januari 2013 atau tahun depan melalui sistem e-katalog yang akan dimuat di website LKPP.
Deputi Bidang Monitoring Evaluasi dan Pengembangan Sistem Informasi Bima Haria Wibisana mengatakan harga jasa layanan internet melalui e-katalog nantinya akan lebih murah dibandingkan dengan harga korporat.
"Kalau bisa 80 persen dari harga yang biasanya ditawarkan ke korporat," kata Bima, Rabu (28/11) di Jakarta saat melakukan sosialisasi kepada penyedia Jasa Internet di Kantor LKPP.
Bima berharap penyedia jasa internet segera melakukan penawaran ke LKPP agar sistemnya segera diimplementasikan awal tahun depan. "Kita mengundang teman-teman untuk melakukan penawaran jasa service internet untuk masing-masing kabupaten kota di seluruh indonesia kepada LKPP. Nanti kami negosiasikan harganya." Sambung Bima.
Lebih dari 30 Mbps tetap lelang
Namun tidak semua jasa layanan internet akan masuk dalam e-katalog LKPP. Untuk pengadaan internet dengan bandwith lebih dari 30Mbps disepakati tetap melalui proses lelang. "Ini dilakukan setelah mendapat usulan dari para penyedia jasa internet," ungkap Direktur Pengembangan e-Procurement LKPP Ikak Gayuh Priastomo.
Sejumlah penyedia internet menyambut baik penggunaan katalog elektronik untuk jasa internet. Menurut mereka, sistem yang ditawarkan selain mampu memotong rantai birokrasi juga lebih fair dan transparan. "Dengan sistem katalog, user tinggal menentukan pilihan ISP-nya, kami juga tidak perlu repot mengikuti proses lelang. " kata salah seorang penyedia yang hadir. (fan)

Hal ini telah diulas pada tulisan sebelumnya : Kontrak Payung ISP (Internet Service Provider) kenapa tidak ?

Akhir November, Transaksi e-Proc hemat 12,4 triliun


Jakarta - Hingga akhir November 2012, nilai transaksi pengadaan barang/jasa secara elektronik menembus angka Rp 142 triliun. Dari transaksi tersebut yang berhasil dihemat mencapai Rp 12,4 triliun.
Hal ini disampaikan Kepala LKPP Agus Rahardjo saat memberikan paparan dalam Diskusi Terbatas Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang diselenggarakan oleh Dewan Pertimbangan Presiden, Jumat (30/11) di Jakarta.
"Transaksinya (lelang eproc) hingga hari ini sudah mencapai Rp 142 triliun, dan yang sudah selesai lelang nilainya Rp 111 triliun. Dari hasil tersebut nilai kontraknya sendiri hanya 99 triliun, jadi penghematannya sebanyak  12,4 triliun atau sekitar 11% " kata Agus
 Lebih lanjut Agus mengatakan, angka tersebut akan jauh lebih bermakna jika seluruh pengadaan barang/jasa pemerintah yang nilainya sekitar Rp 500 triliun benar-benar dilakukan secara elektronik.
"Asumsinya, jika penghematannya hanya 11% saja, maka penghematannya bisa mencapai Rp 55 triliun. Ini angka yang cukup signifikan, " tuturnya.
Selain itu, Agus juga mengatakan jumlah Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) terus tumbuh hingga sekarang.  "Jumlah LPSE yang terbentuk hingga hari ini sudah mencapai 520 unit. Jumlah ini sudah hampir ada di setiap kabupaten kota." Ungkap Agus.
Dengan pertambahan LPSE sebanyak itu, Agus mengharapkan partisipasi dunia usaha untuk benar-benar mengikuti lelang secara elektronik.
"Ada indikasi yang memprihatinkan, setiap kali proses lelang yang mendaftar ada sekitar 50 hingga 60 perusahaan, namun yang memasukkan penawaran hanya tiga perusahaan. Ini mencurigakan, kami sedang mencari tahu sebabnya agar bisa ditindaklanjuti." Tutup Agus. (fan)
transaksi eproc per november 2012
http://www.lkpp.go.id/v2/highlight-detail.php?id=1669809099

Selasa, 13 November 2012

100% e-procurement untuk Indonesia Bersih dan Sejahtera

10 November 2012 21:49

Jakarta - Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) bertekad mendorong 100 persen pengadaan secara elektronik untuk Indonesia Bersih dan Sejahtera. Untuk menyukseskan program tersebut LKPP terus mematangkan implementasi Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE), diantaranya dengan meminta masukan LPSE dari seluruh tanah air.
Demikian yang terangkum dalam acara Rapat Koordinasi LPSE Nasional ke-8 yang berlangsung di Taman Palem, Jumat (09/10) di Jakarta. Kepala LKPP Agus Rahardjo menyatakan sangat mengapresiasi komitmen para pengelola LPSE yang selalu tanggap dengan perubahan. "LPSE adalah komitmen anak bangsa yang perduli terhadap perjalanan pengadaan barang/jasa pemerintah ke depan." Ujar Agus.
Sejak dikembangan tahun 2007, jumlah unit LPSE terus melesat. Hiingga bulan November tahun 2012, jumlah unit LPSE sudah meningkat menjadi 515 unit. Sementara transaksinya juga terus meningkat menjadi Rp 135 triliun untuk tahun 2012, melejit hampir tiga kali lipat dari tahun sebelumnya yang hanya sekitar RP 54 triliun.
"Jika kita liat angkanya, pergerakannya sudah sangat cepat, bahkan dobel, dan juga tiga kali lipat, apalagi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Dari transaksi tersebut, jumlah paket lelang yang melalui LPSE mencapai 84.513 paket lelang, sementara penghematannya hingga saat ini mencapai Rp 10,52 triliun atau hemat 10,74 persen. " ungkapnya
Namun, di balik perkembangan yang menggembirakan tersebut, masih ada beberapa hal yang menjadi perhatian serius untuk diperbaiki. Misalnya adalah kurangnya peran dunia usaha, serta adanya niatan jelek untuk mengakali sistem pengadaan elektronik.
"Dari data LKPP, jumlah badan usaha yang terverifikasi dalam pengadaan barang/jasa elektronik hanya berjumlah 187 ribu, padahal ada sekitar tiga juta badan usaha yang tersebar di seluruh Indonesia." Ujar Agus
"Selain itu, LKPP juga melihat masih banyak upaya-upaya untuk mengakali sistem pengadaan elektronik tersebut, misalnyabandwith yang dikecilkan atau banyaknya penawaran yang datangnya dari satu alamat (ip adress-red) " terangnya.
Agus menambahkan, atas dasar tersebut LKPP terus mencoba melakukan inovasi dan penyempurnaan agar sistem e-procurement dapat berjalan dengan baik dan bersih. "Diantaranya adalah dengan meminta masukan dari para pengelola LPSE di seluruh Indonesia melalui kegiatan ini. Kami mengharapkan dalam waktu yang tidak terlalu lama sistem LPSE menjadi handal, kredibel ke depannya" Pungkasnya.
Kepala Seksi Pengembangan e-Procurement LKPP Patria Susantosa mengatakan, Pertemuan Koordinasi LPSE kali ini adalah yang terbesar sepanjang penyelenggaraan yang dilaksanakan oleh LKPP. Undangan tahun ini berjumlah 1400 orang, meningkat dua kali lipat dari tahun 2011. Tahun lalu kegiatan Rakornas telah mempertemukan 250 LPSE, sementara tahun ini undangan tersebar ke 515 LPSE di seluruh tanah air.
"Sangat membanggakan seluruh pengelola LPSE seluruh Indonesia bisa hadir dalam kegiatan ini. Koordinasi LPSE Nasional perlu terus dilakukan, pertemuan ini diharapkan menjadi bagian bagi kami untuk saling koreksi dan evaluasi serta berbagi solusi dan berbagi semangat untuk strategi pengembangan procurement di masa depan." Kata Patria. (fan)
www.lkpp.go.id

Senin, 30 Januari 2012

Error !!!

Error ! itulah magic word, ketika seseorang mendapatkan kesulitan menggunakan suatu perangkat IT.

Begitu juga dalam penerapan e-procurement, kata ajaib ini memang cukup ampuh digunakan oleh pengguna e-procurement ketika mendapati sebuah masalah, dan bagi petugas helpdesk cukup membuat shock juga ketika mendengar kata-kata ini sebab khawatir memang sistem sedang error.

Namun, ketika dirinci seperti apa error yang dimaksud ternyata penyebab utamanya adalah kurangnya pemahaman terhadap penggunaan aplikasi, sehingga sistem lah yang disalahkan, hal ini berpotensi mengganggu proses pengadaan yang sedang berlangsung karena dapat dijadikan alasan untuk menggagalkan proses pengadaan.

Dengan demikian bagi petugas helpdesk yang melayani pengguna, dituntut untuk mencari informasi lebih jauh error yang dimaksud sebelum ditindaklanjuti secara teknis apabila error tersebut terbukti.

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk membuktikan error tersebut adalah :
1. meminta admin, memeriksa aktivitas user tersebut melalui user log
2. meminta admin, memberikan monitoring report kondisi jaringan pada saat terjadinya eror,
3. atau meminta admin, data pengadaan yang sedang berjalan pada tahapan yang sama apakah juga mengalami permasalahan yang sama,

Senin, 11 April 2011

Apakah etika pengadaan juga berlaku pada petugas helpdesk, verifikator dan administrator sistem e-Procurement ?

Pada Perpres No 54/2010 tentang Pengadaan Barang/jasa Pemerintah pada Bagian Kedua Etika Pengadaan Pasal 6 dinyatakan "Para pihak yang terkait dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/jasa harus mematuhi etika sebagai berikut :
  1. melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai sasaran, kelancaran dan ketepatan tercapainya tujuan Pengadaan Barang/Jasa;
  2. bekerja secara profesional dan mandiri, serta menjaga kerahasiaan Dokumen Pengadaan Barang/Jasa yang menurut sifatnya harus dirahasiakan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam Pengadaan Barang/Jasa;
  3. tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang berakibat terjadinya persaingan tidak sehat;
  4. menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan tertulis para pihak;
  5. menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan para pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses Pengadaan Barang/Jasa;
  6. menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran keuangan negara dalam Pengadaan Barang/Jasa;
  7. menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara;
  8. tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat dan berupa apa saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa."

Dalam Perpres No. 54/2010 tersebut juga disebutkan adanya LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik) yaitu unit yang menangani sistem e-Procurement, dan paling kurang meliputi : administrator sistem elektronik, unit registrasi dan verifikasi serta unit layanan pengguna. Peraturan Ka.LKPP No. 2/2010 tentang Pembentukan LPSE di peraturan tersebut menjelaskan kedudukan, tugas dan fungsi dari LPSE.

Isu-isu belakangan ini lebih banyak memberitakan panitia pengadaan atau pihak yang terlibat langsung dengan proses pengadaan, namun di era e-Procurement ini akan menimbulkan motif baru dalam penyimpangan pengadaan barang/jasa.

Perpres No. 54/2010 berikut aturan pendukung lainnya saat ini terlihat sangat concern sekali kedudukan pejabat pengadaan agar lebih profesional dalam menjalankan tugasnya dikarenakan dampak dari rawannya terjadi penyimpangan dalam proses pengadaan, sebagaimana pada pasal 6 tersebut disebutkan para pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pengadaan yaitu pejabat pengadaan/ULP serta penyedia barang/jasa

Lalu bagaimana dengan kedudukan LPSE (atau kita sebut saja Unit Penyedia Layanan Sistem e-Pengadaan) berikut perangkat dan personil yang terlibat di dalamnya? Di masa yang akan datang "oknum" akan terus mencari celah untuk "mengganggu" proses pengadaan melalui elektronik ini. Apabila Pejabat Pengadaannya sudah profesional kalau kita "jeli" pasti akan fokus pada petugas LPSE seperti helpdesk, verifikator dan yang paling penting administrator sistem.

Seperti pada paragraph di atas, saat ini fokus hanya tertuju dengan kinerja panitia pengadaan, namun dengan diterapkannya sistem e-Procurement/e-Pengadaan siapakah yang justru memegang kendali terhadap sistem tersebut ? Ya, Unit Penyedia Layanan Sistem inilah yang memegang kendali penuh terhadap jalannya sistem. Sebagimana tugas utamanya adalah melayani pendaftaran penyedia barang/jasa, verifikasi data penyedia barang/jasa, memberikan bantuan teknik penyedia barang/jasa, serta menjaga ketersediaan sistem.

Dengan demikian personil yang terlibat dalam layanan sistem tersebut juga harus memiliki integritas yang tinggi, sebab saat ini yang justru bertatap muka langsung dengan penyedia barang/jasa adalah mereka. Dan bukanlah hal yang tidak munkin terjadi pengaturan lelang dapat dilakukan disini.


8 butir tentang etika pengadaan di atas juga menunjukkan bahwa etika pengadaan juga berlaku bagi personil di Unit Penyedia Layanan Sistem.

Diamanatkan pula di UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pada Bagian Kedua Penyelenggaraan Sistem Pasal 15,
ayat 1 "Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan Sistem Elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya Sistem Elektronik sebagaimana mestinya"
ayat 2 "Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggung jawab terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektroniknya"

Integritas personil yang terlibat dalam penyediaan layanan sistem juga tidak kalah pentingnya, kita lihat keterkaitan tugas unit layanan sistem dengan etika pengadaan :
  • unit layanan sistem memiliki tanggung jawab untuk mendukung jalannya proses pengadaan.
  • unit layanan sistem harus dapat menjaga kerahasiaan dokumen yaitu antara lain dokumen perusahaan dalam rangka verifikasi, dengan tidak membagikan informasi dokumen perusahaan dengan pihak lain sehingga dapat disalah gunakan.
  • masing-masing personil unit layanan sistem harus independen sehingga tidak saling mempengaruhi terutama dalam proses verifikasi penyedia barang/jasa.
3 butir di atas sangat rawan sekali dengan konflik kepentingan, sehingga harus dapat dihindari guna mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara.

Dan yang terakhir adalah "tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat dan berupa apa saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa", di suatu instansi penyedia layanan sistem, ada penyedia barang/jasa yang memberikan "tanda jasa" setelah dibantu misalnya melakukan pendaftaran ke sistem atau telah melewati proses verifikasi. Bentuknya pun macam-macam ada yang berupa makanan oleh-oleh suatu daerah karena penyedia barang/jasa berasal dari daerah tersebut, uang dalam amplop, souvenir perusahaan.
Bila dilihat dari nominal jumlah uangnya tidak seberapa besar dan mungkin belum masuk dalam kategori gratifikasi, namun hal tersebut dapat menimbulkan kecurigaan dengan peserta lain sehingga dapat menimbulkan persepsi negatif terhadap penyedia sistem.

Selain itu intervensi bukan hanya dapat berasal dari penyedia barang dari pihak internal pun juga dapat melakukan hal yang sama, oknum pejabat dapat juga menggunakan kewenangannya untuk mengganggu proses pengadaan secara elektronik dalam upaya memenangkan suatu perusahaan melalui administrator sistem.

Dengan demikian semua kembali lagi pada integritas tiap personilnya dalam menjalankan tugasnya, pembinaan serta pengawasan seperti penandatanganan pakta integritas, selain itu juga perlu dipertimbangkan reward dan punishmentnya bukan hanya bagi penjabat pengadaan sebab apabila seluruh proses sudah melalui media elektronik peranan dan fungsi dari unit layanan sistem menjadi sangat penting dalam proses pengadaan barang/jasa. (nv)

Kamis, 31 Maret 2011

e-Procurement Indonesia ->Single Sistem atau Multi Sistem atau Sistem yang saling teringrasi ?

Ada yang bisa menjawab judul artikel ini ?

Mungkin tidak banyak orang yang tau perkembangan e-Procurement di Indonesia khususnya di instansi pemerintah, hal ini mungkin disebabkan karena bukan merupakan berita yang menarik bagi dunia pers, dan sepertinya memang belum pernah ada yang mengulas tentang perkembangannya secara global hanya instansi yang sudah memiliki mengulas untuk kebutuhan internal.

Perkembangan e-Procurement instansi pemerintah antara lain di awali oleh Pemko Surabaya dan Kementerian Pekerjaan Umum (Semi e-Proc Plus) di tahun 2003. Dilanjutkan dengan Kementerian Kominfo (NePGI sekarang SePP) di tahun 2004 sebagai pilot project dan penerapannya mulai 2007.

Saat ini dengan terbentuknya LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) tahun 2008 yaitu instansi yang bertanggung jawab terhadap kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah, juga telah mengembangkan sistem e-Procurement yaitu SPSE atau LPSE.

Hal tersebut menunjukkan bahwa di Indonesia memiliki paling tidak terdapat 4 jenis sistem e-Procurement yang berjalan dan digunakan oleh masing-masing instansi tersebut dan beberapa instansi pemerintah yang memanfaatkan sistem e-Procurement tersebut.

Dengan kondisi seperti ini apakah sistem yang sudah berjalan lebih dahulu harus di hentikan karena LKPP telah mengembangkan sistem e-Procurement juga atau masing-masing aplikasi yang ada berjalan sendiri-sendiri ataukah seluruh aplikasi yang ada integrasikan satu dengan yang lainnya sehingga saling berinteroperabel ?

Apabila Single sistem, saat ini aplikasi SPSE yang dikembangkan oleh LKPP telah diinstall dan digunakan di instansi pusat maupun daerah. Andaikan seluruh instansi diwajibkan menggunakan aplikasi SPSE lalu bagaimana dengan aplikasi yang telah adadan telah memiliki data yang telah digunakan dan telah dikelola dan dipelihara, disamping itu tentunya nilai investasi dan pemeliharaannya yang tidak kecil.

Apabila aplikasi jalan masing-masing, lalu bagaimana dengan amanat Perpres 54/2010 tentang prinsip pengadaan adil transparan, efektif dan efiesien bagi penyedia barang/jasa, disaat mereka membutuhkan informasi tentang pengadaan barang/jasa mereka yang berasal dari bermacam-macam sistem sehingga menjadi tidak efektif dan efisien dan menjadi tidak adil dan transparan karena hanya yang mengetahui keberadaan aplikasi tersebut sajalah yang dapat mengakses informasi.

Apabila seluruh aplikasi terintegrasi dengan dijembatani oleh suatu aplikasi, mungkin hal ini dapat menjadi solusi agar aplikasi yang telah ada tetap berjalan dan dapat saling memperkaya data di aplikasi lainnnya, sebab masing-masing aplikasi memiliki keunggulan, sehingga satu dengan yang lainnya dapat saling melengkapi. Selain itu guna mendukung penyediaan data penyedia barang/jasa yang valid sehingga tiap aplikasi dapat saling memberikan data tersebut.

Sebagaimana telah dilakukan di dunia perbankan dengan adanya ATM bersama yang memungkinkan nasabah dari berbagai bank dapat mengambil uang pada ATM milik suatu bank yang memiliki jaringan ATM bersama tersebut. Sehingga seharusnya aplikasi e-Procurement yang ada ini dapat saling terintegrasi dan penyedia barang/jasa yang ada di dalamnya dapat melakukan transaksi. Sehingga prinsip pengadaan yang telah diamanatkan dalam Perpres No. 54/2010 dapat di jalankan. Dengan memanfaatkan teknologi single sign on dapat memungkinkan 2 aplikasi atau lebih saling bertransaksi antar aplikasi, sebagaimana beberapa provider e-mail mulai memanfaatkan situs jejaring sosial untuk dapat saling login begitu juga sebaliknya.

Solusi integrasi mungkin dapat menjadi alternatif solusi yang terbaik agar aplikasi yang telah ada tetap bisa berjalan, namun memang perlu kesiapan baik dari SDM dan infrastruktur pendukung, agar tiap aplikasi tersebut dapat dipastikan di akses selama 7x24 jam. Disamping itu perlu adanya kebijakan yang mengatur tentang integrasi dah sharing data, sehingga antar instansi memiliki kesamaan visi antar agar dapat bekerjasama untuk mendukung integrasi ini.

Rabu, 16 Maret 2011

Bagaimana e-Procurement akan diterapkan ???

Lahirnya Perpres No. 54/2010 tentang Pengadaan Barang/jasa Pemerintah merupakan upaya pemerintah dalam memperbaiki sistem pengadaan barang/jasa pemerintah yang selama ini dinilai terjadi penyimpangan dari segi proses maupun pelaksanaannya.

Tahun 2012 diharapkan merupakan suatu titik balik pengadaan barang/jasa perintah karena di tahun tersebut seluruh instansi pemerintah diwajibkan menerapkan sistem e-procurement. Tahun 2011 ini diharapkan merupakan tahun persiapan dan pembelajaran baik instansi pemerintah itu sendiri maupun penyedia barang/jasa. Walaupun dalam Keppres No.80/2003 telah disebutkan tentang penggunaan sistem e-Procurement (pengadaan barang/jasa secara elektronik), namun pada kenyataannya e-procurement tersebut hanya berupa kajian dan wacana di lingkungan instansi pemerintah baik pusat maupun daerah.

Tapi pertanyaannya apakah instansi yang saat ini telah menerapkan benar-benar dan sungguh-sungguh akan merubah proses pengadaan barang/jasa dari proses manual menjadi proses elektronik ?

Dalam Perpres No. 54/2010 walaupun telah disebutkan "wajib" namun tidak ada sanksi khusus bagi instansi tidak menerapkan pengadaan secara elektronik di tahun 2012. Sehingga sampai saat ini masih banyak instansi terutama instansi pusat yang belum menerapkan e-procurement. Adapun instansi yang telah memiliki website e-procurement saat ini baru sekedar "memasang" websitenya saja dan belum digunakan baru "sekedar" memenuhi kewajiban di Perpres tersebut.

Dalam beberapa kesempatan masih sering ditanyakan misal :
apakah untuk semua pengadaan harus di eproc-kan ?
apakah harus menerapkan e-proc secara full atau semi?
apakah pengadaan yang nilainya kecil juga di e-prockan ?
dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya tidak perlu ditanyakan apalagi dijawab sebab semua sudah jelas dalam peraturan.
Sehingga penerapan e-procurement ini terkesan masih negotiable. Jadi sepertinya targetnya adalah yang penting instansi tersebut sudah terlihat menggunakan e-proc, walaupun hanya memasang websitenya atau menayangkan pengumumannya pengadaan di website e-Procurement tersebut.

Menurut saya yang awam dengan tidak bermaksud mengatasnamakan dan mendeskriditkan suatu aplikasi e-procurement, seperti yang sering disampaikan para ahli pada beberapa kesempatan bahwa merubah budaya kerja dalam pengadaan barang/jasa tidaklah mudah. Sehingga dalam mengajak instansi menggunakan dirasa perlu dilakukan perubahan cara, tidak lagi dengan menakut nakuti pengguna dari sisi pengawasan yang akhirnya justru membuat keengganan untuk menjadi panitia pengadaan atau pejabat pembuat komitmen. Ajakan dengan menjelaskan keunggulan sistem e-procurement walaupun "agak" berhasil tetapi dirasa kurang mengena, karena indikator keberhasilan penerapan e-procurement menurut saya juga belum konkrit, dan tidak menjamin pejabat pengadaan tersebut bebas dari temuan pemeriksa.

Mungkin salah satu solusi awal adalah dengan membuat KPI (Key Performance Indicator) penerapan e-Procurement di Indonesia sehingga keberhasilan penerapannya dapat terukur dengan jelas. Sehingga instansi yang akan menerapkan e-Procurement memiliki sasaran dan kinerja yang jelas. Setelah itu dibarengi dengan perubahan agak sedikit "memaksa" para instansi untuk menerapkan e-Procurement yaitu dengan merubah prosedur serta sistem yang sudah ada, misalnya dengan ditetapkannya aturan bahwa apabila pengadaan tidak menggunakan sistem e-procurement kontrak tidak dapat dibayar, atau reward khusus diberikan kepada panitia pengadaan dan PPK yang melaksanakan pengadaan dengan menggunakan e-Procurement. Walaupun hal tersebut akan berdampak pada rendahnya penyerapan anggaran dlsb, namun untuk jangka panjang hal tersebut akan membuktikan bahwa reformasi pengadaan barang/jasa merupakan hal yang mutlak. (nv)