Senin, 10 Oktober 2011

Efektifitas pelaksanaan e-Procurement

Pada suatu rapat persiapan pengadaan, di rencanakan akan dilaksanakan belasan paket pengadaan jasa lainnya dengan nilai pengadaan sebesar lebih dari Rp 50 milyar. Pimpinan satker menginstruksikan agar pelaksanaan pengadaan dilakukan secara e-Procurement "Full e-Proc" tanpa sama sekali tatap muka dengan penyedia.

Dalam kesempatan itu satker mengkonfirmasikan kemampuan sistem dalam mengakomodir karakteristik paket pengadaan tersebut dikarenakan antara lain dokumen penawaran pada pengadaan tahun sebelumnya kurang lebih setebal 2 rim kertas ukuran A4, proses aanwijzing sebelumnya dimana rata-rata masing-masing penyedia menyampaikan pertanyaan sebanyak 15 pertanyaan. Dikarenakan hal itu sistem kembali dipertanyakan seberapa besar kapasitas server data sistem, seberapa besar bandwidth yang disediakan lalu bagaimana layanan helpdesk apabila penyedia menghadapi mengupload penawaran.

Pertanyaannya adalah apakah sistem mampu melaksanaan secara Full e-Procurement ?

Pendapat saya pada saat itu adalah

Pada dasarnya sistem mampu melakukan proses seperti yang diinginkan oleh satuan kerja dan satker, akan tetapi pelaksanaan eprocurement adalah harus efektif dan efisien baik waktu, biaya maupun tenaga.

1. Berdasarkan pada besarnya nilai dan kompleksitas lingkup pekerjaan, apakah dari KAK yang sudah disusun sudah cukup dimengerti dan diyakini calon peserta memamami betul lingkup pekerjaan tanpa perlu dijelaskan dalam suatu forum, mengingat pada pengadaan sebelumnya ketika aanwijzing dilaksanakan secara manual masing-masing penyedia barang/jasa menyampaikan minimal 15 pertanyaan.

2. Dalam proses evaluasi penawaran, ketika proses manual (hardcopy) berapa lama evaluasi dilakukan untuk masing-masing perusahaan dengan penawaran yang rata-rata setebal hampir 2 rim kertas. Apabila data penawaran diuplod ke dalam sistem oleh penyedia dan lalu di download oleh panitia dengan jumlah halaman yang sama banyaknya, kira-kira berapa lama evaluasi dilakukan dengan membaca penawaran di monitor komputer.

Dari cerita singkat di atas, e-procurement bukan saja dapat memperoleh nilai kontrak yang efisien, akan tetapi dari prosesnya pun harus efektif dan efisien. Proses e-procurement yang ada saat ini menurut saya adalah proses pengadaan manual yang di elektronikkan sehingga banyak terjadi ke rancuan dalam penerapannya, sehingga muncullah istilah Semi & Full e-Procurement. Yaitu bila sebagaian tahapan pengadaan dilakukan secara elektronik itu disebut Semi, kalau seluruh tahapan dilakukan secara elektronik disebut Full e-Procurement.

Pendapat saya adalah kalau proses pengadaan elektronik masih di campur dengan proses manual walaupun seluruh tahapan dilakukan secara elektronik itu Semi, akan tetapi kalau seluruh proses dilakukan secara murni elektronik atau semua dilakukan oleh sistem itu adalah Full e-Procurement.

Kembali ke cerita di atas.

Bagaimana proses e-procurement dapat dilakukan secara efektif dan efisien, sesuai dengan tujuan e-Procurement yang tertuang pada pasal 107 Perpres 54/2010 yaitu "memperbaiki tingkat efisiensi proses pengadaan. Salah satu yang dipertimbangkan adalah karakteristik pengadaan itu sendiri.

1. Proses aanwijzing : apabila KAK yang di susun mampu memberikan gambaran utuh lingkup pekerjaan tanpa harus di jelaskan proses aanwijzing bisa dilakukan secara elektronik, akan tetapi seperti halnya pekerjaan konstruksi yang memerlukan survei lapangan, jenis pengadaan lainnya pun demikian apabila keterangan pada KAK dirasa tidak mampu memberikan gambaran proses aanwijzing dapat dilakukan secara manual.

2. Pemasukan penawaran : saat ini banyak yang gengsi atau malu kalau pemasukan penawaran manual (hardcopy), entah khawatir karena takut dianggap melanggar peraturan atau karena satker atau instansi lain sudah tidak melakukan manual sehingga ingin ikut-ikutan.
adakalanya penawaran yang disampaikan hanya beberapa lembar kertas saja, apabila file penawaran dikonversikan ke dokumen hardcopy, akan tetapi bagaimana penawaran yang memerlukan banyak kertas ditambah lagi dengan banyak gambar...kalau di konversikan ke bentuf softcopy menghasilkan besar file hingga ratusan Mb.

Akibatnya boros bandwidth karena masing-masing penyedia berupaya untuk mengupload file dalam jumlah yang besar dimana besarnya kemungkinan gagal atau file rusak dan tidak dapat dibuka, selain itu tidak semua orang terbiasa membaca tulisan dalam jumlah yang banyak dalam waktu yang lama di komputer, sebagian dari kita masih terbiasa lebih nyaman membaca dalam bentuk hardcopy. Yang pada akhirnya dokument tersebut harus di cetak lagi, 2 kali kerja akibatnya tidak efektif dan efisien waktu & biaya.

Jadi dalam pelaksanaan e-Procurement pun panitia pengadaan harus "SMART" dalam menilai karakteristik pengadaannya agar proses secara e-Procurement benar-benar membantu sehingga pengadaan menjadi lebih efektif dan efisien bukan hanya dari nilai kontrak akan tetapi dari keseluruhan proses pengadaan tersebut.

Akan tetapi pertanyaan selanjutnya adalah, apakah ada dampak hukumnya apabila e-procurement pelaksanaannya bersifat semi ? namun apabila yang dijadikan pertimbangan adalah efisiensi dan efektifikas proses pengadaan apakah akan disalahkan juga?